Friday, June 3, 2011

Hukum Islam / Fiqh Islam

          A.   Pendahuluan
Hukum pada saat ini sangat banyak asal dan jenis serta sumbernya. Baik dari daerah tempat kita tinggal, Negara, agama dan sebagainya. Mungkin saat ini kita hanya mengetahui hukum-hukum yang dikemukakan oleh daerah atau Negara kita saja namun tidak mengetahui dan memahami hukum yang dikemukakan oleh agama kita yaitu islam serta darimana sumbernya berasal. Semoga makalah ini dapat memberikan penjelasan secar singkat untuk menambah ilmu pengetahuan kita akan hukum islam.

         B.   Pembahasan
         1.     Pengetian Hukum Islam
Hukum bisa berdasarkan atas kesepakatan adat, ketetapan daerah, ataupun ketetapan agama. Salah satu hukum yang berafiliasi kepada agama adalah hukum Islam. Pengertian hukum Islam adalah hukum yang bersumber kepada nilai-nilai keislaman, yang dibentuk dari sumber dalil-dalil agama Islam. Hukum itu bisa berarti ketetapan, kesepakatan, anjuran, larangan, dan sebagainya.
Hukum Islam hanya ditunjukkan kepada orang-orang yang beragama Islam dan tidak ditunjukkan kepada orang yang non-Islam. Jika ada orang Islam yang melanggar hukum Islam, orang itu harus diadili sesuai dengan ketentuan dalil-dalil agama Islam. Ada beberapa sumber yang menjadi landasan dalam membuat ketetapan hukum Islam. Sumber-sember tersebut adalah Al-quran, Al-Hadits, Ijma’ Ulama, Qiyas.

         2.     Sumber Hukum Islam
Ada beberapa sumber yang menjadi landasan dalam membuat ketetapan hukum Islam. Sumber-sember tersebut adalah sebagai berikut.
            a.       Al-Quran
Al quran adalah kitab suci umat Islam. Kitab tersebut diturunkan kepada nabi terakhir, yaitu Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril. Al quran memuat banyak sekali kandungan. Kandungan-kandungan tersebut berisi perintah, larangan, anjuran, ketentuan dan sebagainya.
Al-Quran menjelaskan secara rinci bagaimana seharusnya manusia menjalani kehidupannya agar tercipta masyarakat yang madani. Maka dari itu, ayat-ayat Al quran inilah yang menjadi landasan utama untuk menetapkan suatu hukum.
           b.      Al-Hadits
Hadis adalah segala sesuatu yang berlandaskan pada Rasulullah SAW. Baik berupa perkataan, perilaku, persetujuan, dan sifat beliau. Hadis menjadi landasan sumber yang paling kuat setelah Al quran. Nabi Muhammad menjadi sosok yang paling sentral bagi umat Islam karena umat Islam meyakini bahwa segala perbuatan Rasulullah tidak sedikit pun yang bertentangan dengan Al quran dan beliau terbebas dari kesalahan.
           c.       Ijma’Ulama
Ijma' ulama adalah kesepakatan para ulama yang mengambil simpulan berdasarkan dalil-dalil Al quran atau hadis. Para ulama mengambil ijma' karena dalam Al quran ataupun hadis tidak dijelaskan secara teperinci sebuah ketetapan yang terjadi pada masa itu atau kini.
Dengan demikian, para ulama mengadakan rapat dan membuat kesepakatan sehingga hasil rapat atau kesepakatan tersebut menjadi ketetapan hukum. Ijma ulama tidak boleh bertentangn dengan al-Qur'an ataupun hadist.
            d.      Qiyas
Qiyas berarti menjelaskan sesuatu yang tidak ada dalil nashnya dalam Al quran ataupun hadis dengan cara membandingkan sesuatu yang serupa dengan sesuatu yang hendak diketahui hukumnya tersebut. Misalnya, dalam Al quran dijelaskan bahwa segala sesuatu yang memabukkan adalah haram hukumnya.
Al quran tidak menjelaskan bahwa arak haram, sedangkan arak adalah sesuatu yang memabukkan. Dengan demikian, kita akan mengambil qiyas bahwa arak haram hukumnya karena memabukkan. Itulah sumber-sumber utama yang menjadi landasan untuk menetapkan hukum Islam.




          3.     Tujuan Hukum Islam
Asy Syatibi mengatakan bahawa tujuan Syariat/hukum Islam adalah mencapai kemaslahatan hamba baik di dunia maupun di akhirat. Antara lain adalah seperti berikut:
a. Memelihara Agama
b. Memelihara Jiwa
c. Memelihara Akal
d. Memelihara Keturunan
e. Memelihara Kekeyaan

4. Pembagian Hukum Islam
Hukum Islam dibagi tiga bagian yaitu:
            a.       Hukum Syara
Hukum Syara’ adalah hukum – hukum agama islam yang berhubungan dengan perbuatan seseorang (amaliah) sehari-hari, baik berupa ibadah maupun mu’amalah yang diperintah maupun yang dilarang oleh allah swt.
            b.      Hukum Adat
Yaitu suatu hukum yang ditetapkan atau tidaknya suatu perkara itu bersandar pada kebiasaan yang berlaku, atau adat. Misalnya kenyang itu biasanya sudah makan.Berarti kita dapat mengetahui bahwa makan itu menyebabkan kenyang. Yang demikian itu hanya persesuaian saja, bahwa adanya kenyang sebab makan. Namun pada hakikatnya yang mengenyangkan atau tidak mengenyangkan adalah allah SWT. Demikian itulah menurut dalil aqli dan naqli.
            c.       Hukum Aqly
Hukum Aqly adalah hukum yang ketentuanya bersandar kepada akal yang sehat dan sempurna. Sedangkan ukuran akal yang sempurna ialah akal seorang mukminin yang pertimbanganya diliputi oleh sinar hidayah. Dengan akal itulah maka seseorang dapat mengetahui ilmu dharuriy yang tidak membutuhkan pembuktian. Untuk lebih jelasnya maka menetapkan sesuatu atau menafikan perkara terhadap perkara lain, dengan tidak disyaratkan adanya itu berualang – ulang. Misalnya kita menetapkan allah itu wujud ( ada ), maka kita katakan allah wujud. Untuk menafikanya maka kita katakan allah itu adam (tidak tak ada ) berarti ada.
          5.     Ruang Lingkup Hukum Islam
Selain berbagai makna syariat yang berkonotasi hukum, syariat dalam arti luas juga berarti segala hal yang ditetapkan oleh Allah. kepada mahluknya tentang berbagai kaidah dan tata aturan yang disampaikan kepada umatnya melalui nabi-nabinya termasuk Muhammad SAW baik yang berkaitan dengan hukum amaliyah (fiqh), hukum tauhid (aqidah) maupun yang berhubungan dengan hukum etika (akhlaq).
Ungkapan hukum-hukum syar’i menunjukkan bahwa hukum tersebut dinisbatkan kepada syara’ atau diambil darinya sehingga hukum akal (logika), seperti: satu adalah separuh dari dua, atau semua lebih besar dari sebagian, tidak termasuk dalam definisi, karena ia bukan hukum yang bersumber dari syariat. Begitu pula dengan hukum-hukum indrawi, seperti api itu panas membakar, dan hukum-hukum lain yang tidak berdasarkan syara’.
Hukum-hukum syar’i dalam fiqh juga harus bersifat amaliyyah (praktis) atau terkait langsung dengan perbuatan mukallaf, seperti ibadahnya, atau muamalahnya. Jadi menurut definisi ini hukum-hukum syar’i yang bersifat i’tiqadiyyah (keyakinan) atau ilmu tentang yang ghaib seperti dzat Allah, sifat-sifat-Nya, dan hari akhir, bukan termasuk ilmu fiqh, karena ia tidak berkaitan dengan tata cara beramal, dan dibahas dalam ilmu tauhid (aqidah).
Ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah ini juga harus diperoleh dari dalil-dalil rinci melalui proses penelitian mendalam terhadap dalil-dalil tersebut. Berarti ilmu Allah atau ilmu Rasul-Nya tentang hukum-hukum ini tidak termasuk dalam definisi, karena ilmu Allah berdiri sendiri tanpa penelitian, bahkan Dialah Pembuat hukum-hukum tersebut, sedangkan ilmu Rasulullah saw diperoleh dari wahyu, bukan dari kajian dalil. Demikian pula pengetahuan seseorang tentang hukum syar’i dengan mengikuti pendapat ulama, tidak termasuk ke dalam definisi ini, karena pengetahuannya tidak didapat dari kajian dan penelitian yang ia lakukan terhadap dalil-dalil.
Hukum Islam yang tertuang dalam syari`at dapat dibagi atas tiga kelompok besar yaitu Hukum tentang `Aqidah yang mengatur keyakinan manusia terhadap Allah dan lebih bersifat privat yaitu antara manusia dengan tuhan, Hukum tentang Akhlaq yang mengatur etika berhubungan dengan manusia dan Hukum yang berkaitan dengan prilaku manusia (`Amaliyah atau Fiqh) yaitu hukum yang menata kehidupan manusia dengan manusia sehari-hari baik dalam fungsi vertikal (ibadah), pengaturan (muamalah) maupun penindakan (jinayah).
Karena ketiga fungsi tersebut, hukum Amaliyah dibagi dalam dua kategori yaitu `Ibadat (dimensi vertikal) dan Mu`amalat (dimensi Horizontal) yang terdiri atas Hukum Keluarga (Family Law), Hukum ekonomi, finansial dan transaksi, Peradilan, Hukum tentang warganegara asing (Musta’min) dalam Negara Islam, Hukum Antar Bangsa (International Law), Hukum Tata Negara dan Politik (siyasah), Hukum tentang Sumber-sumber Pendapatan Negara dan Hukum Pidana. Hukum yang diatur dalam fiqh Islam itu terdiri dari hukum wajib, sunat, mubah, makruh dan haram; disamping itu ada pula dalam bentuk yang lain seperti sah, batal, benar, salah, berpahala, berdosa dan sebagainya.
Secara garis besar kandungan dalam Ilmu Fiqh ada tiga macam; Hubungan seorang hamba dengan Tuhan, dengan dirinya, dan dengan masyarakat luas. Sehingga semua masalah manusia diatur oleh Fiqh Islam, karena Fiqh bukan hanya mengurus urusan dunia saja namun juga urusan akhirat. Fiqh juga merupakan agama dan negara. Fiqh Islam selalu relevan hingga hari kiamat. Sehingga konsep yang ditawarkan oleh Fiqh Islam menjanjikan kebahagiaan abadi dunia dan akhirat. Dari alasan itulah pembahasan didalam Fiqh Islam mencakup semua aspek kehidupan manusia.

          C.   Penutup
Semoga dengan kita membaca dan berusaha mengerti dan memahami hukum islam kita akan semakin mengetahui akan pentingnya hukum islam diterapkan dalam lingkungan suatu masyarakat dan kita semua.

          D.   Daftar Pustaka
Nn, 2010, ”Hukum Islam”, Dalam http://www.anneahira.com/pengertian-hukum-islam.htm
Nn, 2010, “Tujuan Hukum Islam”, Dalam http://ms.shvoong.com/books/dictionary/1916025-
tujuan-hukum-islam/
Nn, 2010, “Pembagian Hukum Islam”, Dalam http://indosufi.com/pembagian-hukum-islam
Saepudin, 2010 “Ruang Lingkup Hukum Islam”, Dalam http://saepudinonline.wordpress
.com/2010/03/22/ruang-lingkup-hukum-islam/
Keywords: Hukum Islam, Fiqh Islam, Imam Azinuddin.